Pelajar hari ini adalah pemimpin masa depan negeri!
Setiap langkah kecil menuju ilmu adalah lompatan besar menuju cita-cita.

Paling banyak dibaca:

    Hari Guru (25 November): Dari Sejarah Hari Guru ke Perayaannya Setiap Tahun di Indonesia


    https://basando.blogspot.com/


    Tulisan ini dibuat untuk turut menyemarakkan Hari Guru, yang diperingati setiap tanggal 25 November. Adapun isinya mencakup sejarah Hari Guru di Indonesia, perkembangan kesejahteraan guru dari satu presiden ke presiden berikutnya, dinamika perubahan kurikulum dan pengaruhnya terhadap kemampuan guru serta pelatihan yang mereka terima, serta bagaimana perayaan Hari Guru tahun ini (2025).



    Hari Guru 25 November





    Sejarah Hari Guru di Indonesia

    Hari Guru Nasional (HGN) diperingati setiap tanggal 25 November, sejalan dengan hari berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. PGRI sendiri merupakan organisasi guru terbesar di Indonesia yang memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan dan perbaikan pendidikan di Indonesia. Penetapan tanggal tersebut sebagai Hari Guru Nasional bertujuan untuk menghargai kontribusi guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menegaskan posisi guru sebagai pilar utama dalam pembangunan pendidikan.

    Seiring waktu, perayaan Hari Guru berkembang dari sekadar simbolis menjadi momen refleksi dan advokasi: momen untuk mengemukakan aspirasi guru terkait kesejahteraan, profesionalisme, dan kondisi pendidikan secara umum. Hari ini menjadi platform penting bagi para pendidik, organisasi profesi guru, dan pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pendidikan dan komitmen terhadap pengembangan guru.



    Perkembangan Kesejahteraan Guru di Bawah Berbagai Presiden

    Kesejahteraan guru di Indonesia telah mengalami dinamika yang signifikan dalam beberapa dekade, seiring pergantian kepemimpinan nasional dan kebijakan pemerintahan masing-masing presiden.

    1. Era Orde Lama / Soekarno (sebelum 1960-an)
      Pada masa awal kemerdekaan, struktur pendidikan dan anggaran negara masih terbatas. Guru menghadapi kondisi sulit, dengan gaji rendah dan minimnya tunjangan formal. Sistem pendidikan nasional juga masih dalam tahap pembentukan.

    2. Orde Baru (Soeharto hingga awal 1990-an)
      Pemerintah Orde Baru mulai menata sistem pendidikan dengan lebih terstruktur. Namun, meski ada upaya pengorganisasian guru melalui lembaga negeri, banyak guru masih menerima gaji rendah, terutama di sekolah dasar dan di daerah terpencil. Pelatihan guru terbatas dan sebagian besar belum tersentralisasi seperti sekarang.

    3. Reformasi dan Era Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati (1998–2004)
      Perubahan rezim membuka peluang bagi desentralisasi pendidikan. Guru-guru daerah mulai memiliki lebih banyak otonomi, tetapi masih menghadapi tantangan dalam hal pelatihan dan insentif keuangan. Pemerintah juga mulai membentuk program sertifikasi guru guna meningkatkan kualitas guru dan kesejahteraan.

    4. Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004–2014)
      Di masa SBY, program sertifikasi guru diperluas secara signifikan. Guru-guru yang lulus sertifikasi mendapatkan tunjangan sertifikasi (“tunjangan profesi”), yang sangat membantu meningkatkan pendapatan mereka. Selain itu, alokasi anggaran pendidikan diperkuat melalui target 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan, meskipun implementasi dan pemerataan antara wilayah masih menjadi tantangan.

    5. Era Presiden Joko Widodo (2014–sekarang)
      Presiden Jokowi melanjutkan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan profesionalisme. Pemerintah memperkuat program tunjangan profesi, serta menambahkan insentif untuk guru di daerah terluar dan terpencil. Selain itu, melalui reformasi pendidikan dan kebijakan digitalisasi, akses pelatihan guru makin diperluas, termasuk lewat program daring dan peningkatan kapasitas guru agar lebih adaptif terhadap teknologi. Namun, tantangan tetap ada: beban administrasi, disparitas kualitas pelatihan, dan beban kerja guru masih menjadi isu penting.



    Perubahan Kurikulum dan Pengaruhnya terhadap Kemampuan Guru

    Perubahan kurikulum di Indonesia merupakan bagian integral dari upaya memperbaiki kualitas pendidikan sesuai perkembangan zaman. Berikut beberapa fase kurikulum dan dampaknya terhadap guru:

    1. Kuriku­lum 1968, 1975, 1984
      Kurikulum-kurikulum awal berfokus pada pengetahuan dasar, literasi, dan penguatan kecerdasan nasional. Guru umumnya berperan sebagai penyampai informasi (tell-and-ask), dan pelatihan guru saat itu relatif sederhana. Profesionalisme guru sudah menjadi perhatian, tetapi sistem pelatihan formal masih terbatas dan lebih bersifat lokal.

    2. Kurikulum 1994 / 1999
      Dengan reformasi pendidikan dan otonomi daerah, kurikulum menjadi lebih fleksibel. Guru mulai dituntut untuk menjadi fasilitator pembelajaran, bukan hanya pemberi materi. Pelatihan guru mulai difokuskan pada metode mengajar yang lebih interaktif, pengelolaan kelas, dan penggunaan media pembelajaran sederhana.

    3. Kurikulum 2006
      Kurikulum ini menekankan kompetensi siswa (kompetensi sikap, pengetahuan, keterampilan). Guru harus mampu merancang pembelajaran berbasis kompetensi (KBK). Untuk itu, pelatihan guru diperluas ke topik seperti penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), penilaian autentik, dan pendekatan pembelajaran aktif.

    4. Kurikulum 2013 (K13)
      Ini adalah salah satu kurikulum paling signifikan. K13 menekankan pendidikan karakter, pendekatan saintifik, dan pembelajaran tematik di jenjang dasar. Guru harus mengembangkan keterampilan pedagogis, materi lintas disiplin, dan asesmen formatif.

      Dampak terhadap kemampuan guru:

      • Banyak guru merasa terbebani karena harus menyesuaikan pola mengajar lama ke metode saintifik: observasi, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan.

      • Pelatihan untuk K13 diselenggarakan oleh pemerintah (misalnya melalui Kementerian Pendidikan dan kebijakan provinsi) untuk melatih guru dalam membuat RPP berbasis KD (Kompetensi Dasar), asesmen, dan pembelajaran kontekstual.

      • Namun, kualitas pelatihan bervariasi: di daerah maju, guru bisa mendapatkan pelatihan berkualitas, tetapi di daerah terpencil pelatihan bisa kurang intensif atau tidak cukup relevan.

    5. Revisi Kurikulum / Kurikulum Merdeka / Kurikulum Darurat (misalnya pandemi)
      Dalam beberapa tahun terakhir, terutama dipicu oleh pandemi COVID-19, muncul inisiatif kurikulum yang lebih fleksibel seperti Kurikulum Merdeka, yang memberi kebebasan lebih kepada sekolah dan guru dalam menentukan pembelajaran.

      • Guru sekarang diharapkan lebih adaptif dan kreatif dalam menciptakan modul pembelajaran.

      • Pelatihan guru pun semakin diarahkan ke literasi digital, penggunaan teknologi, dan desain pembelajaran mandiri.

      • Sebaliknya, meskipun pelatihan meningkat, sebagian guru mengeluh bahwa beban administrasi dan perencanaan sangat besar, dan tidak semua mendapat dukungan teknis atau infrastruktur yang memadai.



    Pengaruh Pelatihan Guru dibandingkan dengan Tuntutan Kurikulum

    • Kelebihan pelatihan: Program pelatihan – termasuk pelatihan K13, literasi digital, dan pembelajaran berbasis kompetensi – telah meningkatkan kemampuan metodologis banyak guru. Mereka menjadi lebih paham cara merancang pembelajaran aktif, mengevaluasi siswa dengan asesmen formatif, dan menggunakan teknologi di kelas.

    • Tantangan pelatihan: Namun, tidak semua guru mendapat pelatihan yang setara. Faktor geografis (daerah pedesaan/terpencil), keterbatasan dana, dan beban kerja (mengajar + administrasi) sering jadi penghambat. Ada juga pelatihan “kosmetik” (hanya formalitas) sehingga dampak nyata di kelas rendah.

    • Gap antara kurikulum dan kompetensi guru: Perubahan kurikulum yang cukup cepat (misalnya dari K13 ke Kurikulum Merdeka) menuntut guru untuk selalu adaptif. Guru yang tidak mendapat pelatihan intensif atau dukungan teknis kesulitan mengimplementasikan metode baru dengan baik, dan kualitas pembelajaran bisa menurun.







    Perayaan Hari Guru Tahun 2025 (Prediksi)

    Untuk Hari Guru Nasional 25 November 2025, perayaannya diprediksi akan mengusung tema-tema penting berkaitan dengan pemulihan dan transformasi pendidikan pasca pandemi, penguatan profesionalisme guru, dan adaptasi dengan pembelajaran digital atau hibrid. Beberapa poin penting dalam perayaan tahun ini mungkin termasuk:

    1. Penghargaan dan Apresiasi Guru
      Pemerintah dan dinas pendidikan di berbagai daerah kemungkinan memberikan penghargaan kepada guru teladan – baik dari sisi inovasi pembelajaran, pemanfaatan teknologi, maupun kontribusi komunitas.

    2. Seminar dan Webinar Profesional
      Karena kecenderungan digital terus berlangsung, akan ada seminar daring tentang topik-topik seperti “Inovasi Pembelajaran di Era Digital”, “Desain Kurikulum Merdeka”, dan “Kesejahteraan Guru dalam Kondisi Pandemi dan Pasca-pandemi”.

    3. Program Pengembangan Kapasitas Guru
      Sebagian sekolah dan institusi pendidikan mungkin meluncurkan program pelatihan singkat (workshop), mentoring guru, atau kolaborasi dengan LSM dan universitas untuk memperkuat kompetensi pengajaran, literasi digital, dan pengelolaan kelas hibrid.

    4. Kampanye Sosial
      Bisa ada kampanye media sosial (media cetak, televisi, ranah digital) yang mengajak masyarakat untuk memberikan “dukungan nyata” bagi guru: melalui apresiasi, advokasi kenaikan tunjangan, atau donasi peralatan pembelajaran terutama bagi guru di daerah terpencil.

    5. Refleksi Kebijakan Pendidikan
      Pemerintah mungkin akan menggunakan momentum Hari Guru untuk mengumumkan atau mengevaluasi kebijakan terkait guru: misalnya rencana kenaikan tunjangan, alokasi anggaran pendidikan, atau strategi distribusi pelatihan guru agar merata di seluruh wilayah Indonesia.



    Kesimpulan

    Hari Guru Nasional bukan hanya tentang perayaan simbolis untuk menghormati para pendidik, tetapi juga momen strategis untuk mengevaluasi kesejahteraan gurukualitas pengajaran, dan relevansi kebijakan pendidikan. Dari sejarahnya yang bersandar pada pendirian PGRI hingga realitas modern seperti kurikulum yang terus berubah, tantangan guru tetap kompleks: beban administratif, ketidakmerataan pelatihan, dan tekanan untuk mengikuti inovasi kurikulum. Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat punya tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa guru tidak hanya dihargai secara simbolis, tetapi juga didukung secara profesional dan finansial.

     

    Hari Guru 2025 bisa menjadi titik tolak penting untuk mendorong perubahan tersebut.







    Sumber:



    Tidak ada komentar:

    Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....

    Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

    Pengikut

    Diberdayakan oleh Blogger.